close

Mahasiswa ITS Bantu Rehabilitasi Pasien Pascastroke Melalui Reagtife

Simulasi penggunaan Reagtife, tangan normal digunakan untuk memindahkan objek dalam permainan dan stimulus yang muncul membuat tangan lumpuh mengikuti pergerakan tangan normal.
Simulasi penggunaan Reagtife, tangan normal digunakan untuk memindahkan objek dalam permainan dan stimulus yang muncul membuat tangan lumpuh mengikuti pergerakan tangan normal.

Kampus ITS, ITS News – Sejauh ini, kegiatan rehabilitasi bagi pasien pascastroke yang bersifat respon aktif masih jarang ditemukan. Hal inilah yang melatarbelakangi tiga mahasiwa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk membuat Reagtife, alat bantu rehabilitasi berupa permainan berbasis augmented reality bagi pasien pascastroke.

Mereka adalah Khusnul Khotimah, Dhiny Hari Utama, dan Naufal Jody Manra yang merupakan mahasiswa Departemen Teknik Biomedik ITS yang tergabung dalam Tim Reagtifity. Kolaborasi mahasiswa angkatan 2017, 2018, dan 2019 ini berhasil menemukan terobosan baru dalam membantu rehabilitasi pasien pascastroke, yaitu memadukan sistem Functional Electrical Stimulation (FES) dengan permainan augmented reality sederhana.

Penyakit stroke menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi motoric, sehingga diperlukan rehabilitasi yang intensitasnya terkontrol. Namun saat ini, alat bantu rehabilitasi yang beredar cenderung membebani dari segi ekonomi dan psikologis penderita stroke. “Permainan augmented reality dalam terobosan kami ini diharapkan dapat mempermudah rehabilitasi pasien,” ujar Khusnul Khotimah, ketua tim.

Baca Juga :  Mentan dan MenkopUKM Panen Melon di IPB University
Inovasi Tim Reagtifity dari ITS, Reagtife, alat bantu rehabilitasi pasien pascastroke dengan sistem permainan augmented reality.
Inovasi Tim Reagtifity dari ITS, Reagtife, alat bantu rehabilitasi pasien pascastroke dengan sistem permainan augmented reality.

Sistem yang terdapat pada Reagtife didesain khusus bagi pasien pascastroke hemiplegia atau yang mengalami lumpuh pada salah satu sisi tubuh. Sederhananya, kedua tangan akan diberikan stimulus listrik, kemudian sisi tangan yang normal akan memindahkan objek permainan yang telah disediakan. “Pergerakan tangan normal akan merangsang tangan yang terkena stroke untuk mereplikasi gerakannya,” papar Khusnul.

Proses pemindahan objek tersebut akan terbaca dalam permainan augmented reality yang ada di layar alat rehabilitasi. Waktu yang dibutuhkan pasien untuk menyelesaikan permainan dan progres pergerakan tangan lumpuh akan menentukan evaluasi performa pasien selama proses rehabilitasi.

Dengan Reagtife, pasien pascastroke dapat memiliki pengalaman baru dalam proses rehabilitasi.Terlebih lagi, alat bantu rehabilitasi ini dapat menjaga level motivasi pasien dan juga relatif lebih murah dibandingkan alat-alat sejenis di pasaran. “Selain itu Reagtife dapat digunakan secara fleksibel, tidak harus pergi ke terapis,” tambah gadis asal Madiun ini.

Baca Juga :  Universitas PGRI Palembang Jalin Kerjasama dengan LL Dikti Wilayah II
Tampilan Reagtife, permainan augmented reality sederhana untuk memudahkan rehabilitasi pasien pascastroke, hasil rancangan tim mahasiswa ITS.
Tampilan Reagtife, permainan augmented reality sederhana untuk memudahkan rehabilitasi pasien pascastroke, hasil rancangan tim mahasiswa ITS.

Inovasi permainan berbasis augmented reality yang belum pernah ada pada alat rehabilitasi yang beredar di masyarakat ini telah berhasil mengantarkan tim ITS tersebut meraih prestasi. Yakni meraih juara Harapan Divisi Piranti Cerdas, Sistem Benam, dan IoT pada ajang Gemastik XIV 2021 lalu.

Selama persiapan mengikuti lomba, Khusnul menuturkan bahwa timnya perlu memastikan alat bantu rehabilitasi ini dapat bekerja 100 persen. Selain itu, Tim Reagtifity juga merasakan tantangan dalam mengkoordinasikan tim dari angkatan yang berbeda serta mempersiapkan video presentasi. “Diperlukan video presentasi yang menarik serta berfokus pada kelebihan alat dan inovasi barunya,” imbuh Khusnul.

Ia berharap, pengembangan Reagtife tersebut selanjutnya dapat lebih ditingkatkan kualitas permainannya, penanda deteksinya, serta kualitas stimulusnya. “Semoga karya-karya yang dikembangkan (mahasiswa ITS) dapat lebih baik lagi dan bisa berinovasi menggunakan IoT (Internet of Things, red),” pungkas Khusnul. (HUMAS ITS)