close

Gandeng Diaspora Indonesia, Kedaireka Bangun Jejaring Inovasi Global

Jakarta – Dalam tiga tahun terakhir, Kedaireka telah memberikan dampak nyata dalam memperkuat kolaborasi riset dan inovasi antara perguruan tinggi dan industri. Kedaireka telah berkontribusi dalam mendongkrak peringkat Indonesia untuk kolaborasi riset dan pengembangan universitas dan industri di urutan ke-5 pada Global Innovation Index 2023.

Untuk mengeskalasi kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri ke level global, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) melalui Kedaireka berupaya membangun kemitraan yang kuat dengan mitra global, salah satunya dengan menggandeng para diaspora Indonesia.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Plt. Dirjen Diktiristek), Nizam mengatakan para diaspora merupakan aset yang berharga bagi Indonesia untuk membangun kolaborasi internasional.

“Saat ini ratusan ribu warga Indonesia sedang ada di luar negeri, baik yang sudah selesai studi maupun yang sedang studi lanjut. Kita berharap kolaborasi internasional baik diaspora maupun mitra inventor-inventor global, maka akselerasi inovasi di Indonesia akan semakin tinggi lagi,” ungkap Nizam.

Pada Merdeka Innovation Summit 2023 yang digelar di Hotel Bidakara Jakarta, 16-17 November 2023, Kedaireka menghadirkan para diaspora Indonesia untuk berbagi pengalaman dan pemikiran dalam rangka membangun jejaring inovasi global. Dalam sesi diskusi bersama para diaspora, Kamis (16/11) Nizam mengungkapkan bahwa upaya untuk membangun ekosistem inovasi di Indonesia adalah melalui kolaborasi hingga ke tataran dunia yang dibarengi dengan komitmen dari para pemangku kepentingan di dalamnya.

“Upaya ini harus dilakukan untuk menjaga ekosistem dan kesungguhan bagi pelaku riset dan industri agar terus bergandengan tangan dan melakukan riset bersama,” ujar Nizam.

Dalam membangun ekosistem inovasi, Nizam juga menyoroti proses link and match antara riset dan pengembangan di perguruan tinggi dengan kebutuhan industri. Menurutnya, dalam ‘mengawinkan’ perguruan tinggi dan industri tidak bisa hanya dari satu sisi saja, namun dari kedua sisi. Untuk itu, ia menegaskan pentingnya huluisasi dan hilirisasi riset di perguruan tinggi.

Baca Juga :  Ditjen Diktiristek Dorong Kolaborasi Antarperguruan Tinggi untuk Wujudkan Universitas Berkelas Dunia

“Kalau selama ini kita mengatakan hilirisasi, ya hilirisasi itu akan terjadi ketika ada huluisasi. Ketika ada problem-problem dari industri itu masuk ke kampus, akan menjadi agenda riset, menjadi agenda-agenda pengembangan, menjadi fokus di dalam pembelajaran. Kelas akan bertransformasi menjadi problem-based, case-based, dan project-based learning dari industri. Ketika itulah kemudian akan terjadi hilirisasi,” jelas Nizam.

Hilirisasi, lanjut Nizam, tidak terjadi hanya karena ide dosen yang kemudian dicoba untuk ditawarkan ke industri. Tapi sebaliknya justru harus berasal dari permasalahan-permasalahan yang ada di dunia industri dan masyarakat.

Selaras dengan pernyataan Nizam, Lead Scientist for Process Development of Oxford AstraZeneca COVID-19 Vaccines, Carina Joe mengungkapkan bahwa untuk melakukan sebuah kolaborasi harus ada koneksi yang terpaut, sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi produk yang dapat diaplikasikan dalam masyarakat.

Menurut Carina sebagai diaspora, Indonesia sebetulnya memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya dari negara-negara lain. Banyak diaspora Indonesia yang ia temui memegang peran penting pada proyek-proyek di luar negeri.

Sementara itu, Fauzan Adziman Co-Founder and Director Alloyed Ltd. mengatakan banyak kesempatan terbuka bagi diaspora untuk berkontribusi bagi Indonesia. Fauzan yang juga menjadi pengajar di University of Oxford ini juga terlibat dalam berbagai proyek pemerintah dengan menerapkan ilmu dan teknologi yang ia kembangkan di Alloyed.

“Jadi ilmu yang saya kembangkan dan bisnis yang dikembangkan di Alloyed, sekarang strateginya kita coba untuk diadaptasi di Indonesia. Sekarang banyak sekali program-program pemerintah, kita bisa berkontribusi untuk Indonesia,” terang Fauzan.

Fauzan menambahkan, lewat Alloyed dirinya juga terlibat kerja sama dengan berbagai industri, seperti menjadi supplier Boeing, terlibat dalam pembangunan jet engine, combustion chamber, dan lain sebagainya.

“Siapapun di dunia ini memiliki kesempatan yang sama. Strategi yang penting di sini, baik untuk pemerintah maupun kita sama-sama berusaha untuk membuat program yang terintegrasi. Menurut saya, dari ide untuk komersialisasi merupakan bahan bakar supaya knowledge, power, economic, resilience-nya itu bisa terwujud di Indonesia,” imbuh Fauzan.

Baca Juga :  Rekomendasi Dosen ITS untuk Pembelajaran Daring yang Hemat

Kontribusi lain diberikan diaspora Indonesia Randy Jusuf, Managing Director Google Indonesia. Ia mengaku tertarik kembali ke Indonesia karena perkembangan startup unicorn di Indonesia pada tahun 2018. Lewat Google Indonesia, ia ingin berkontribusi mempercepat pertumbuhan talenta digital Indonesia.

Randy menyadari tanpa adanya kolaborasi dengan pemerintah dan instansi lokal lainnya, Google Indonesia tidak akan maksimal menjalankan misinya. Akhirnya, melalui kerja sama dengan Ditjen Diktiristek dan perusahaan teknologi digital Indonesia lainnya, lahirlah program Bangkit yang juga menjadi bagian program Kampus Merdeka.

“Bersama perusahaan lokal seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan juga Kemendikbudristek, kami buat program yang membantu mahasiswa. Tujuan kita tidak hanya membantu mahasiswa di kota besar saja. Kita juga ingin membantu mahasiswa di kota menengah dan kota kecil. Selain itu, kami pun ingin meningkatkan persentase wanita-wanita yang belajar talenta digital. Oleh karena itu, muncul program bernama Bangkit,” jelas Randy.

Agar menjadi negara maju, saat ini tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk beralih dari ekonomi berbasis sumber daya menjadi ekonomi berbasis inovasi. Di hadapan pemangku kepentingan dan peserta yang hadir pada Merdeka Innovation Summit 2023, Nizam menegaskan pentingnya kerja sama dari berbagai pihak dalam membangun ekosistem inovasi Indonesia.

“Kata kuncinya itu satu, gotong royong. Perjalanan kita itu bukan perjalanan sprint yang jarak pendek, tapi ini merupakan a long journey. Saya sebut dengan sprint-thon, jadi ini adalah sprint sekaligus marathon karena meskipun di waktu yang pendek, tapi kita harus berlari untuk mengejar ketertinggalan,” pungkas Nizam.
(YH/DZI/FH/DH/NH/SH/MSF)

Humas Ditjen Diktiristek
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Laman : www.diktiristek.kemdikbud.go.id
FB Fanpage : @ditjen.dikti
Instagram : @ditjen.dikti
Twitter : @ditjendikti
Youtube : Ditjen Diktiristek
E-Magz Google Play : Satu Dikti
Tiktok : Ditjen Dikti