close

Tantangan Disrupsi Teknologi Indonesia

Jakarta- 21 Juni 2020, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kembali menyelenggarakan webinar series. Diskusi kali ini mengusung tema Disrupsi Pendidikan Tinggi Teknik untuk Indonesia Maju, sebagai bentuk kesiapan menghadapi tantangan di masa depan yang berkaitan dengan teknologi dan inovasi sebagai motor pembangunan bangsa.

Webinar series ke-4 ini menghadirkan narasumber dari kelompok wakil rakyat, pemerintah pusat, dan pakar perguruan tinggi. Turut hadir sebagai pembicara yaitu Hetifah Sjaifuddian selaku Ketua Forum Perempuan-PII/Wakil Ketua Komisi X DPR RI; Pratikno selaku Menteri Sekretaris Negara RI; Nizam selaku Plt.Dirjen Dikti dan Ketum FDTI; Reini Wirahadikusumah selaku Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB); dan
Bendahara Umum FDTI/Dekan FT USU, Seri Maulina selaku moderator.

Dalam pembukaannya plt. Dirjen Dikti, Nizam menyampaikan hal yang diperlukan pada era disrupsi saat ini, yaitu kita perlu mendisrupsi diri kita sendiri untuk menyiapkan diri yang lebih baik.

Nizam berharap bahwa fakultas teknik di seluruh Indonesia bisa bergerak mendukung program pemerintah dalam menghasilkan sumber daya yang unggul, out the box, ready future dan future proof. Siap bekerja, siap menciptakan lapangan kerja dan juga tahan pada situasi yang sangat dinamis pada saat ini. “Kita juga berharap fakultas teknik ini bisa menghasilkan teknologi karya-karya yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” jelas Nizam.

Menurut Nizam, selama pandemi Covid-19 berlangsung, sudah ada 1.600 inovasi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Terutama dari kelompok insinyur yang bekerja sama dengan fakultas kedokteran dan kesehatan. Hal ini menurut Nizam juga memberikan dampak positif dimana dalam waktu dua bulan insinyur mampu menghasilkan alat yang langsung diproduksi, serta sudah dalam tahap pemasaran dan digunakan oleh rumah sakit. “Kita perlu dorong lebih lanjut untuk betul-betul merayakan teknologi merah putih,” ujarnya.

Baca Juga :  The Global Melting Pot: Keseharian Awardee IISMA di Asia

Di sisi lain, Mensesneg Pratikno menekankan 4 poin dalam menghadapi tantangan disrupsi di pendidikan tinggi, yaitu memahami disrupsi, hiperkompetisi, output talenta dan teknologi, serta strategi yang kontributif dan agile. Saat ini, jelasnya, dirupsi teknologi memaksa perguruan tinggi untuk menyesuaikan kurikulum sesuai kebutuhan zamannya. Membuat penguasaan ilmu tidak lagi linier, bukan hanya multi, atau interdisiplin ilmu, tetapi transdispilin bidang dan ilmu.

Selain itu, terangnya, perguruan tinggi harus menghasilkan SDM bertalenta yang salah satunya dalam bidang teknologi. Sifat dari SDM bertalenta menurut Pratikno adalah talenta yang siap mendisrupsi dan mampu mendisrupsi. Bukan beradaptasi dengan disrupsi melainkan menjadi pemimpin dengan kemampuan mendisrupsi.

“Kita bukan hanya mencipta insinyur. Kita mencipta orang pembelajar. Orang yang bisa survive ke depan adalah orang yang pembelajar, menjadi agile powerful learner, pembelajar yang cerdik karena dunia penuh disrupsi. Menurut saya bahwa lulusan fakultas teknik juga perlu menguasai essentials skill,” tutur Pratikno ketika menjelaskan pentingnya kemampuan individu untuk bertahan pada masa hiperkompetisi.

Pratikno juga mengibaratkan bahwa strategi menghadapi disrupsi seperti berjalan di atas api. Selain perlunya memiliki kemampuan bergerak dengan cepat, juga perlu menjaga keseimbangan dalam berjalan menapakinya (agile). Serta beberapa strategi penting lainnya seperti program studi inovatif dan relevan, mengisi celah talenta digital, transformasi di seluruh level (mahasiswa, dosen, fakultas, dan universitas). Perguruan tinggi juga perlu memanfaatkan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka sebagai bentuk kemerdekaan kampus untuk menyesuaikan diri terhadap relevansi perubahan zaman.

Baca Juga :  Kampus Mengajar Perintis Bantu Pembelajaran Sekolah di Tengah Pandemi

Sementara itu Hetifah memberikan pesan saat ppandemi bisa sebagai titik awal transformasi dan pemerataan pendidikan Indonesia dengan cara-cara yang kreatif, inovatif, dan out of the box. Menurutnya, saat ini kondisi pendidikan di Indonesia masih belum merata. Geografis dan pembiayaan menjadi beberapa tantangan yang saat ini sedang dihadapi.

“Namun dalam masa pandemi Covid-19, perguruan tinggi menunjukkan transformasi yang positif dengan menyelenggarakan pembelajaran secara daring, meskipun terkendala dalam beberapa hal seperti akses jaringan dan infrastruktur pembelajaran. Sehingga lanjutnya MOOC’s (Massive Open Online Course) sebaiknya dilihat sebagai peluang karena memiliki tujuan yang baik dalam memeratakan pendidikan di Indonesia.

Sementara Rektor ITB, Reini, menuturkan sumber daya manusia Indonesia kini semakin dituntut untuk mampu memberikan kinerja terbaiknya, dalam situasi-situasi industrial yang berpola disruptif, dan pembelajaran yang berpola jejaring. Untuk mencapai hal tersebut, kampus kini harus bisa memastikan para mahasiswa semakin mampu untuk berpikir analitik, kritis, sistematik/kompleks, serta berpikir problem-solving secara strategis.

Selain itu, dalam menganggapi kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, Reini menerapkan beberapa kebijakan sebagai bentuk pengembangan kemampuan mahasiswa di ITB. Mahasiswa diharapkan mampu menggali dan menerapkan ilmu pengetahuan secara lintas-disiplin, berkomunikasi dalam keanekaragaman sudut pandang, serta berkolaborasi dalam tim. “Mahasiswa juga akan didekatkan dengan situasi dunia-nyata dengan menjalankan Work Based Learning (WBL) atau Problem Based Learning (PBL) yang didukung dengan learning by doing dan learning by interaction,” terangnya. (YH/DZI/FH/DH/NH/KRN/HIL)

Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan